RUMAH SEBAGAI MAKHLUK

                                   (photographer : hammam ra)
Nusantara memiliki suatu kepercayaan yang bersifat universal yang menganggap bahwa ‘sesuatu memiliki kekuatan’ baik itu manusia ataupun benda. Hal itulah yang dinamakan sebagai semangat (spirit), esensi, dan jiwa. Orang bugis menamainya sumange’, sedangkan orang barat menyebutnya sebagai animisme. Kekuatan tersebut membuat sesuatu menjadi ‘lebih ada dan hidup’ dari sebelumnya.
Dalam arsitektur sendiri, spirit itu muncul ketika manusia menggambarkan bentuk kehidupan kesemestaan (makro) dalam wujud hunian (mikro) yang dipelajari dalam kosmogoni. Rumah dianggap memiliki kekuatan dan dianggap sebagai simbol dari kehidupan yang memiliki roh dan jiwa. Rumah juga mengalami daur hidup. Mulai saat dibangunnya, selalu ada prosesi upacara selamatan untuk memberinya makan. Ketika rumah itu mati, kemungkinan salah satunya terbakar, juga diadakan acara selamatan dan menggantinya dengan material baru. Salah seorang informan Waterson, Schefold melakukan kajian dan observasi lapangan di Sakudei Longhouse. Ahli barat tersebut melakukan pengukuran tanpa meminta ijin dahulu pada rumah sehingga terkena penyakit malaria. Penduduk setempat menyarankan adanya prosesi penerimaan dahulu berupa upacara sehingga kegiatan tersebut diterima oleh ‘si rumah’.
Menurut Waterson ada dua macam dugaan tentang hal membangun rumah sehingga ber-soul. Pertama, ada sekelompok masyarakat yang sudah memiliki pemahaman tentang alam sehingga perlu adanya suatu wadah untuk hunian. Mereka sepakat untuk membangun rumah. Sisi kosmologis masyarakat dibawa dan ditanamkan pada hunian baru sebagai identitas, misalkan kepala kerbau di Toraja dan perahu di Nias, yang sering ditemui masyarakat luar sebagai hiasan. Kedua, rumah sebagai wadah dibangun terlebih dahulu kemudian roh-roh dibawa ke dalam. Alasan yang pertama terlihat lebih masuk akal, karena masyarakat selain membangun juga ada proses membina lingkungan; mulai dari memperkuat hubungan silaturahmi sosial, menjaga keseimbangan alam (pemilihan material) hingga adanya suatu kepercayaan terhadap leluhur (Being/Tuhan). Hubungan segitiga ini tidak disadari oleh Waterson, terutama pada sisi vertikalitas atau Being. Alasan kedua mungkin berkembang pada perumahan modern sekarang yang mana dikembangkan wadah kosongnya sebagai benda mati, kemudian memasukkan unsur hidup tetapi menjadikan manusia semakin individualis.
      Ada hal yang tidak disadari dan terlepas dari tradisi. Pada hakikatnya, manusia membentuk suatu komunitas sosial berada di sekeliling pohon sebelum mendirikan hunian. Hal ini juga merujuk pada sifat-sifat surga yang beberapa diantaranya adalah pepohonan dan air mengalir. Manusia membuat hunian dari material pohon, hidup merasa nyaman ketika berada dikelilingi oleh pepohonan yang menghijau. Interaksi ini membentuk suatu sistem energi (spirit) yang tidak disadari oleh para ilmuwan.

Comments