PERMUKIMAN MADURA MANDALUNGAN DI DESA BARAN KIDAL, MALANG
Pada pertengahan bulan Juli 2010, kami satu tim dari Ars Lingkungan
Binaan melakukan suatu penelitian terhadap eksistensi arsitektur
tradisional di daerah rural kota Malang. Secara kebetulan, menemukan
obyek rumah rakyat yang masih asli di Desa Baran Kidal. Gaya
arsitekturnya mirip suku Madura, karena menurut penduduk setempat mereka
berasal dari Madura yang mengungsi hingga ke kota Malang. Secara
fasade/tampak depan, dalam satu kampung dibedakan menjadi dua tipologi
bentukan. Yang pertama fasade yang bisa diknock down dengan banyak
ornamentasi dan warna. Umumnya mencolok dengan dominasi warna hijau
kuning terkadang biru. Yang kedua fasade hanya ditutupi oleh anyaman
bambu/gedheg dengan bukaan sedikit. Mungkin kebanyakan orang menganggap
rumah rakyat itu hal yang biasa saja, tetapi ternyata bila dipelajari
lebih dalam, banyak ilmu yang bisa kita serap.
Reaksi yang pertama kami ketika masuk di perkampungan tersebut adalah rapi. Rumah tersusun secara linear berhadapan dengan halaman luas didepannya. Jalan yang menghubungkan pun tidak terlalu lebar sekitar 2 meter. Ternyata mereka masih mengadopsi sistem Tanean di Madura, yaitu rumah dibangun secara linear menyamping dengan pembagian sakral-profan. Pada bagian barat yang sifatnya sakral juga terdapat langgar untuk shalat berjamaah. Untuk pengambilan sampel rumah, kami mengambil dua buah rumah yang dianggap representatif karena hampir semua sama. Kami mengambil obyek rumah Pak Mat dan Pak Asmani.
Dalam satu tim, kami sepakat untuk membagi fokus kajian dalam beberapa hal. Mengenai sistem lingkungan luar bangunan dan tapak, sistem struktur dan konstruksi, bahan dan material, kesejarahan, dan sistem interior pada bangunan. Secara kebetulan saya mengkaji tentang kondisi interior rumah dengan memperhatikan tingkat kenyamanan penghuni berdasarkan aspek pencahayaan dan termal. Secara sekilas, kita paham kebanyakan rumah tradisional itu gelap karena hanya sedikit bukaan. Dengan adanya material anyaman bambu/gedheg, sela-selanya dapat dimasuki cahaya dari luar bahkan hal ini berpengaruh terhadap kondisi udara di dalamnya. Untuk lebih jelas tentang kajian aspek interior silahkan download makalah berikut.
Reaksi yang pertama kami ketika masuk di perkampungan tersebut adalah rapi. Rumah tersusun secara linear berhadapan dengan halaman luas didepannya. Jalan yang menghubungkan pun tidak terlalu lebar sekitar 2 meter. Ternyata mereka masih mengadopsi sistem Tanean di Madura, yaitu rumah dibangun secara linear menyamping dengan pembagian sakral-profan. Pada bagian barat yang sifatnya sakral juga terdapat langgar untuk shalat berjamaah. Untuk pengambilan sampel rumah, kami mengambil dua buah rumah yang dianggap representatif karena hampir semua sama. Kami mengambil obyek rumah Pak Mat dan Pak Asmani.
Dalam satu tim, kami sepakat untuk membagi fokus kajian dalam beberapa hal. Mengenai sistem lingkungan luar bangunan dan tapak, sistem struktur dan konstruksi, bahan dan material, kesejarahan, dan sistem interior pada bangunan. Secara kebetulan saya mengkaji tentang kondisi interior rumah dengan memperhatikan tingkat kenyamanan penghuni berdasarkan aspek pencahayaan dan termal. Secara sekilas, kita paham kebanyakan rumah tradisional itu gelap karena hanya sedikit bukaan. Dengan adanya material anyaman bambu/gedheg, sela-selanya dapat dimasuki cahaya dari luar bahkan hal ini berpengaruh terhadap kondisi udara di dalamnya. Untuk lebih jelas tentang kajian aspek interior silahkan download makalah berikut.
Comments
Post a Comment