MAKNA ORNAMEN PADA RUMAH KOLONIAL DI PASURUAN
Oleh Irawan Setyabudi dan Ida Bagus Ananta
Tulisan
ini merupakan hasil suatu yang tidak disengaja sewaktu jalan-jalan di
Kota Pasuruan. Setelah diamati beberapa waktu lamanya, kota ini cukup
menarik dan menyimpan banyak peninggalan arsitektur kolonial. Di daerah
koridor jalan soekarno hatta masih ditemukan rumah yang cukup mewah
dengan gaya Indische Empire dengan ciri-ciri menggunakan kolom
yang besar dan membutuhkan luas lahan yang berlebih yang mana gaya
tersebut diadopsi dari Perancis waktu itu. Secara mudahnya dipahami
seperti itu. Pada penelitian tentang arsitektur di Pasuruan ternyata
telah dilakukan oleh Bpk Antariksa dalam jurnalnya.
salah satu rumah yang bergaya Indische Empire
Pabrik kapas di pasuruan dengan gaya Indische Empire
Selain
itu, bangunan seperti ini masih mudah untuk ditemui namun kondisinya
tidak selamanya bagus, banyak juga yang tidak terawat. Menurut sejarah
perkembangannya, sekitar abad 17 kota ini sangat maju dikarenakan oleh
letaknya yang sangat strategis sehingga banyak mengundang para pedagang
untuk beraktivitas, khususnya pedagang dari Cina. Pada abad 18, bangsa
kolonial juga tidak mau kalah dan menciptakan pembatasan agar politik
monopolinya berjalan lancar. Eksistensi inilah Pasuruan didominasi oleh
penduduk dari Cina (sepertiga jumlah penduduk total), penduduk pribumi
(lokal dan madura) serta bangsa kolonial. Menurut Waterson (1994),
manusia selalu membawa budayanya dalam kehidupan, sehingga tercipta
akulturasi dan budaya baru.
gerbang dengan ornamen naga dan tulisan Cina
Patung singa dan ular berwarna perak di depan rumah
Patung singa di depan pabrik kapas
Ada
yang menarik di halaman rumah dan pabrik kapas, yang mana ini merupakan
sebagian kecil dari pengamatan dari suatu lingkup koridor, yaitu ada
patung singa dan ular. Ini merupakan unsur dari budaya Tiong Hoa yang
menjadi begitu populer pada abad ke-19, hingga awal abad ke-20.
Kepercayaan pemilik rumah dapat terlihat dari ornamen-ornamen yang
digunakan pada wajah bangunan. Patung
singa ini merupakan simbol penjaga pintu, yang dalam budaya Cina dan
arsitekturnya biasa dilambangkan dengan killin (sejenis singa dengan
bulu ikal). Selain itu, terdapat altar sembahyang di ruang tengah
bangunan, yang memecah sirkulasi ke area belakang rumah, sehingga pintu
depan dan belakang terhalang dengan dinding altar. Di sekitar altar
sembahyangan tersebut, terdapat dekorasi dan ukiran-ukiran bernuansa
khas Cina. Menurut kepercayaan Cina, hal ini bisa digunakan untuk
menahan rejeki dan menghindari nasib sial. (Antariksa, 2010).
Simbolisme
sebagai wujud kebudayaan tersebut seringkali dimaknai berbeda oleh
pengamat sekarang atau bahkan hanya sepenggal monumen yang tidak
berarti. Ada suatu fakta yang tersirat dari peninggalan artefak itu :
bahwa kota Pasuruan saat itu sudah sangat maju bahkan kemungkinan hampir
sama dengan kota Malang saat ini. Namun ada yang masih timbul
pertanyaan sampai saat ini yaitu mengapa di setiap kebudayaan yang
berbeda di muka bumi ini selalu ada ornamen naga? termasuk di Pasuruan
ini. Apakah ada suatu kesepakatan yang sifatnya universal? Silahkan
dijawab.....
Pustaka :
Antariksa
dan Usman Fardly, et al. (2010). Pelestarian Kawasan Pecinan Kota
Pasuruan-Humanisme dalam Sejarah, budaya dan arsitektur Cina-Eropa
Comments
Post a Comment